Setiap
orang di masa kecilnya pasti memiliki cita-cita, hampir merata cita-cita menjadi
dokter. Begitu juga dengan diriku, Melody Gloria seorang anak yang tumbuh dari
keluarga sederhana, yang memiliki bakat banyak cerita dan bicara dahulu pernah
bercita-cita ingin menjadi dokter, tapi sayangnya orangtuaku melarang. Aku pun
ikut menuruti perkataan kedua orangtuaku. Mereka senang dengan hal komunikasi,
sampai akhirnya di rumahku yang tak begitu luas dibangun studio kecil untuk
radio amatir. Umurku saat itu baru
sebelas tahun dan orangtuaku meminta aku untuk menjadi penyiar cilik di radio
itu. Mungkin mereka juga menilai aku ini
memiliki bakat pandai bicara, mudah bergaul dan tingkat percaya diriku yang
luar biasa. Baru kali ini aku memasuki ruangan siaran, banyak mic, mixer yang
diatur sendiri,dan komputer untuk memutar lagu, dari sudut ku berdiri aku
perhatikan baik-baik sosok yang sedang siaran. Aku begitu detail memperhatikan
dari cara bicaranya, gerak gerik tangannya saat menaikan dan menurunkan tombol
di mixer karna sesaat lagi akan tiba giliran aku untuk siaran. Tepat pukul
13.30 WIB aku siap-siap untuk on air.
“Assalamualaikum, selamat siang pendengar setia
radio Batavia station. Berjumpa bersama saya Melody Gloria dalam melody ceria.
Saya akan menemani kalian satu jam kedepan, dan saya akan memutarkan lagu yang
judulnya aku cinta rupiah. Selamat mendengarkan” ujarku via on air
Selama
satu jam aku diruangan tersebut aku memutarkan lagu dan menerima request lagu
yang diinginkan oleh pendengar ternyata,
diluar ruangan aku baru tersadar orangtuaku menatap aku dari luar ruangan
dengan penuh semangat sekali melihat anaknya sedang berkicau-kicau diudara. Ini
lah yang menjadi salah satu keinginan orangtuaku aku berpijakan kaki dibidang
komunikasi, setelah waktu siaran ku habis, aku langsung menghampiri kedua
orangtuaku.
“nah begitu dong anak mama, berani tampil juga. Buat
apa kita punya radio tapi anaknya gak mau menyalurkan bakatnya” mama ku
kesenengan
“papa juga banggalah , kamu bisa nemenin pendengar
selama satu jam. Buktinya tadi banyak yang request lagu kan, itu tandanya
banyak yang suka sama acara kamu. Udahlah kamu ikut jurusan komunikasi aja kalo
sudah besar ya”
Setelah
aku siaran, aku langsung meninggalkan kedua orangtuaku. Radio yang didirikan
orangtuaku memang sebatas hiburan, dan hanya bertahan enam tahun saja karna
penyiarnya memiliki kesibukan masing-masing termasuk aku. Aku sibuk sekolah,
enam tahunku berlalu aku sudah duduk di bangku Sekolah tingkat Menengah Atas
(SMA), dan jurusanku Ilmu Pengetahuan Sosial. Di masa ini aku berubah pikiran,
niat yang tadinya Komunikasi berubah
jadi Psikologi entah apa yang dipikiranku selalu bertentangan dengan kedua
orangtuaku. Mereka tetap memintaku kuliah dijurusan Komunikasi sementara aku
berkeinginan jurusan Psikologi. Aku segera harus menentukan pilihan karena aku
sebentar lagi menghadapi Ujian Nasional (UAN) dan itu artinya sebentar lagi aku
harus meneruskan ke jenjang perkuliahan.
“mah aku mau di psikologi aja deh ya” ujar aku
“ga bisa kamu harus tetep ambil jurusan komunikasi,
kan mama kepengen kalo anak mama jadi penyiar”
“kamu ambil jurnalistik aja dek, biar kamu bisa
meliput acara berita. Kalo kamu punya kartu identitas untuk meliput nanti kamu jual hasil liputan
kamu, kamu bisa punya uang penghasilan sendiri loh apalagi kalo sambil kuliah
kan jadi enak papa ga nambahin uang jajan kamu” rayu papaku
“yaudah nanti deh aku pikirin lagi, paling aku masuk akuntansi aja,
psikologi baru deh jurnalistik”
“justru pilihan yang terakhir itu yang bakalan bikin
kamu sukses de, coba kamu pikirin” kata mamaku
Waktu
yang ditunggu besok telah tiba dimana aku mengikuti Ujian Nasional (UAN) yang
akan diselenggarakan selama tiga hari. Hari berganti begitu cepat sampai tiba
saatnya pengumuman kelulusan dan pelaksanaan wisuda. Saat wisudaan berlangsung
aku mengikuti seluruh rangkaian acara sampai selesai. Selesai acara kami
mengabadikan momen tersebut dengan saling berfoto, dan bertukar kado. Senyum ku
tetap terus terjaga melihat teman-temanku yang akan terus berjuang diperguruan
tinggi, melihat guru-guruku yang sangat berjasa, dan melihat kedua orangtuaku yang sangat aku
banggakan, meskipun aku belum bisa membanggakan mereka.
Setelah
aku wisudaan beberapa hari kemudian, aku mengikuti tes masuk perguruan tinggi
negeri biasa kami sebut Ujian Masuk Bersama (UMB) saat mengikuti tes aku
memilih jurusan Psikologi dan Jurnalistik. Setelah memilih aku fokus
mengerjakan soal satu per satu sampai akhirnya aku selesai. Kata panitia
penyelenggara, pengumuman akan diumumkan seminggu lagi. Seusai tes aku langsung
pulang dan memberi tahu orangtuaku kalau pengumumannya seminggu lagi. Dalam
waktu seminggu menuju pengumuman aku banyak berdoa agar aku keterima jurusan
Psikologi, dan hari yang aku tunggu datang juga, hari pengumuman tes tersebut
yang diumumkan via internet.
Sebelum
aku melihat hasilnya, aku mempersiapkan diri untuk menerima apapun hasil dari tes tersebut. Entah aku tidak
keterima dua-duanya, entah aku keterima dijurusan Jurnalistik, atau aku
keterima di Psikologi. Aku ditemani kedua orangtuaku untuk melihat hasilnya.
Merek justru yang lebih antusias untuk melihat hasil pengumumannya, dan setelah
loading selesai, namaku Melody Gloria keterima di salah satu perguruan tinggi
negeri dengan fakultas Komunikasi jurusan Jurnalistik. Seketika kedua orangtuaku
memeluki aku yang sedang melamun menatap layar komputerku. Aku membesarkan hatiku dengan berkata, mungkin
ini jalan Tuhan yang terbaik buat aku.
Seminggu
setelah pengumuman aku mendatangi kampus untuk daftar ulang. Agak sedikit berat
memang, untuk mengurusnya tapi demi menyenangkan kedua orangtuaku aku tetap
mengikuti mau mereka. Setelah konfirmasi daftar ulang dan sebagainya aku
diberitahu jadwal perkenalan kampus (ospek), masuk kuliah, jadwal kuliah dan
lain-lainnya. Lalu aku menyempatkan untuk
mampir ke kantin jurusan kali saja aku menemukan teman baru. Aku duduk dikursi
panjang sambil minum susu dan makan gorengan. Tiba-tiba ada seseorang mendekati
aku.
“ hai nama gue Harmoni Oktara. boleh duduk sini”
kata seorang lelaki
“ oh boleh kok, silahkan duduk. Namanya lucu ya kaya
namanya shelter busway. Eh maaf bercanda. Nama gue Melody Gloria, panggil aja
Glo” ujar aku
“ iya gapapa, banyak orang bilang begitu. lucu yah
Harmoni sama Melody. Dipanggil sama-sama nama belakangnya, Okta sama Glo”
“ lo jurnalistik juga? Gue agak gak suka nih sama
jurusan ini karna pilihan orangtua gue” ujar ku
“ Lo pernah
denger ga sih banyak orang bilang, Tuhan kasih lo tuh apa yang lo butuhin bukan
apa yang lo inginkan. Bisa jadi gitu juga, Tuhan kasih lo di jurnalistik bukan
di psikologi. Karna Tuhan akan membuka jalan hidup lo dari sini dari jurnalistik
bukan dari psikologi. dan orangtua lo, pasti punya alasan kenapa mereka
menuntun lo buat ambil jurnalistik pasti mereka lebih kenal lo dibanding diri
lo sendiri. Coba lo ikhlas dan terima ini semua pasti lo seneng”
“ya tuhan, mengapa aku dipertemukan dengan dia yang
bisa membuka pikiran aku yang semula tidak menerima sekarang jadi menerima.
Tuhan apakah ini hanya kebetulan atau ini apa. Kasih tau aku tuhan” ucapku dalam
hati
Hari
itu pertama kali aku mengenal Okta, dan mulai dari hari itu juga kita bertukar
nomer handphone, bertukar pin, add media sosial yang kami punya. Semenjak hari
itu kami menjalin hubungan sebagai teman. Teman pertama kali bertemu, teman
curhat, teman belajar, dan mungkin teman hidup. Kami berdua semakin dekat
dengan proses pertemanan kami yang seperti ini. Aku juga memiliki alasan
mengapa aku lebih dekat dengan Okta dibandingkan dengan yang lainnya, karna dia
yang membuka mataku untuk menerima apa yang ada dihadapanku saat ini. Bahwa
pilihan orangtua itu yang terbaik buat aku. kebetulan dipertengahan kuliah ,
kami sudah mendapatkan kartu jurnalis dan kami berdua mendapat tugas untuk
meliput daerah perkampungan kecil yang belum ada listrik, sesampai disana kami
langsung meliput.
“ selamat malam pemirsa, saya Melody Gloria saat ini
sedang berada didalam perkampungan daerah Jawa Tengah yang masih belum
mendapatkan penerangan listrik. Mereka melakukan aktivitas sehari-hari dengan
menggunakan lilin dan perlengkapan seadanya”
“oke break. Istirahat dulu ya aku capek nih kita
numpang dirumah warga aja dulu duduk-duduk”
“ boleh juga sekalian kita tanya-tanya warga aja ya
gimana mereka beraktivitas sehari-hari tanpa listrik, kalo aku pasti ga bisa
nih ta kaya gini. Ga betah”
“ boleh, sambil jalan aku punya video yang bikin
kamu betah deh ”
*putar video*
Saya melaporkan dari perkampungan ini, bahwa saya
berada disini dengan orang yang saya cintai sejak pertama bertemu, sampai
akhirnya saya selalu bersama. bahkan untuk mengungkapkan saja saya tak mampu.
Melody Gloria, mau kah kamu terus bersama aku menelusuri dunia jurnalistik ini?
“ Okta, ini kan kamu. Aku ga bisa ngomong apa-apa
lagi. Aku sayang sama kamu ta, doa orangtuaku
itu emang paling top. Selain bertemu pengalaman, Tuhan juga
mempertemukan aku sama kamu ta” ucapku haru
Akhirnya
dengan perjalanan peliputan yang singkat bisa menyatukan kami. Berawal dari
sapaan, berteman, partner kerja, dan partner hidup, dan pada akhir kuliah kami merencanakan untuk ke
jenjang yang lebih serius. – selesai -
With love
-Novia Miftahul Jannah-