Minggu, 25 Agustus 2013

Doa, Cita-cita dan Cinta



            Setiap orang di masa kecilnya pasti memiliki cita-cita, hampir merata cita-cita menjadi dokter. Begitu juga dengan diriku, Melody Gloria seorang anak yang tumbuh dari keluarga sederhana, yang memiliki bakat banyak cerita dan bicara dahulu pernah bercita-cita ingin menjadi dokter, tapi sayangnya orangtuaku melarang. Aku pun ikut menuruti perkataan kedua orangtuaku. Mereka senang dengan hal komunikasi, sampai akhirnya di rumahku yang tak begitu luas dibangun studio kecil untuk radio amatir. Umurku saat  itu baru sebelas tahun dan orangtuaku meminta aku untuk menjadi penyiar cilik di radio itu. Mungkin mereka  juga menilai aku ini memiliki bakat pandai bicara, mudah bergaul dan tingkat percaya diriku yang luar biasa. Baru kali ini aku memasuki ruangan siaran, banyak mic, mixer yang diatur sendiri,dan komputer untuk memutar lagu, dari sudut ku berdiri aku perhatikan baik-baik sosok yang sedang siaran. Aku begitu detail memperhatikan dari cara bicaranya, gerak gerik tangannya saat menaikan dan menurunkan tombol di mixer karna sesaat lagi akan tiba giliran aku untuk siaran. Tepat pukul 13.30 WIB aku siap-siap untuk on air. 

“Assalamualaikum, selamat siang pendengar setia radio Batavia station. Berjumpa bersama saya Melody Gloria dalam melody ceria. Saya akan menemani kalian satu jam kedepan, dan saya akan memutarkan lagu yang judulnya aku cinta rupiah. Selamat mendengarkan” ujarku via on air 
           
           Selama satu jam aku diruangan tersebut aku memutarkan lagu dan menerima request lagu yang diinginkan oleh pendengar  ternyata, diluar ruangan aku baru tersadar orangtuaku menatap aku dari luar ruangan dengan penuh semangat sekali melihat anaknya sedang berkicau-kicau diudara. Ini lah yang menjadi salah satu keinginan orangtuaku aku berpijakan kaki dibidang komunikasi, setelah waktu siaran ku habis, aku langsung menghampiri kedua orangtuaku.

“nah begitu dong anak mama, berani tampil juga. Buat apa kita punya radio tapi anaknya gak mau menyalurkan bakatnya” mama ku kesenengan

“papa juga banggalah , kamu bisa nemenin pendengar selama satu jam. Buktinya tadi banyak yang request lagu kan, itu tandanya banyak yang suka sama acara kamu. Udahlah kamu ikut jurusan komunikasi aja kalo sudah besar ya”
           
        Setelah aku siaran, aku langsung meninggalkan kedua orangtuaku. Radio yang didirikan orangtuaku memang sebatas hiburan, dan hanya bertahan enam tahun saja karna penyiarnya memiliki kesibukan masing-masing termasuk aku. Aku sibuk sekolah, enam tahunku berlalu aku sudah duduk di bangku Sekolah tingkat Menengah Atas (SMA), dan jurusanku Ilmu Pengetahuan Sosial. Di masa ini aku berubah pikiran, niat  yang tadinya Komunikasi berubah jadi Psikologi entah apa yang dipikiranku selalu bertentangan dengan kedua orangtuaku. Mereka tetap memintaku kuliah dijurusan Komunikasi sementara aku berkeinginan jurusan Psikologi. Aku segera harus menentukan pilihan karena aku sebentar lagi menghadapi Ujian Nasional (UAN) dan itu artinya sebentar lagi aku harus meneruskan ke jenjang perkuliahan.

“mah aku mau di psikologi aja deh ya” ujar aku

“ga bisa kamu harus tetep ambil jurusan komunikasi, kan mama kepengen kalo anak mama jadi penyiar”

“kamu ambil jurnalistik aja dek, biar kamu bisa meliput acara berita. Kalo kamu punya kartu  identitas untuk meliput nanti kamu jual hasil liputan kamu, kamu bisa punya uang penghasilan sendiri loh apalagi kalo sambil kuliah kan jadi enak papa ga nambahin uang jajan kamu” rayu papaku

“yaudah nanti deh aku  pikirin lagi, paling aku masuk akuntansi aja, psikologi baru deh jurnalistik”

“justru pilihan yang terakhir itu yang bakalan bikin kamu sukses de, coba kamu pikirin” kata mamaku
          
         Waktu yang ditunggu besok telah tiba dimana aku mengikuti Ujian Nasional (UAN) yang akan diselenggarakan selama tiga hari. Hari berganti begitu cepat sampai tiba saatnya pengumuman kelulusan dan pelaksanaan wisuda. Saat wisudaan berlangsung aku mengikuti seluruh rangkaian acara sampai selesai. Selesai acara kami mengabadikan momen tersebut dengan saling berfoto, dan bertukar kado. Senyum ku tetap terus terjaga melihat teman-temanku yang akan terus berjuang diperguruan tinggi, melihat guru-guruku yang sangat berjasa, dan  melihat kedua orangtuaku yang sangat aku banggakan, meskipun aku belum bisa membanggakan mereka.
           
          Setelah aku wisudaan beberapa hari kemudian, aku mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri biasa kami sebut Ujian Masuk Bersama (UMB) saat mengikuti tes aku memilih jurusan Psikologi dan Jurnalistik. Setelah memilih aku fokus mengerjakan soal satu per satu sampai akhirnya aku selesai. Kata panitia penyelenggara, pengumuman akan diumumkan seminggu lagi. Seusai tes aku langsung pulang dan memberi tahu orangtuaku kalau pengumumannya seminggu lagi. Dalam waktu seminggu menuju pengumuman aku banyak berdoa agar aku keterima jurusan Psikologi, dan hari yang aku tunggu datang juga, hari pengumuman tes tersebut yang diumumkan via internet.
             
         Sebelum aku melihat hasilnya, aku mempersiapkan diri untuk menerima apapun  hasil dari tes tersebut. Entah aku tidak keterima dua-duanya, entah aku keterima dijurusan Jurnalistik, atau aku keterima di Psikologi. Aku ditemani kedua orangtuaku untuk melihat hasilnya. Merek justru yang lebih antusias untuk melihat hasil pengumumannya, dan setelah loading selesai, namaku Melody Gloria keterima di salah satu perguruan tinggi negeri dengan fakultas Komunikasi jurusan Jurnalistik. Seketika kedua orangtuaku memeluki aku yang sedang melamun menatap layar komputerku.  Aku membesarkan hatiku dengan berkata, mungkin ini jalan Tuhan yang terbaik buat aku.
           
         Seminggu setelah pengumuman aku mendatangi kampus untuk daftar ulang. Agak sedikit berat memang, untuk mengurusnya tapi demi menyenangkan kedua orangtuaku aku tetap mengikuti mau mereka. Setelah konfirmasi daftar ulang dan sebagainya aku diberitahu jadwal perkenalan kampus (ospek), masuk kuliah, jadwal kuliah dan lain-lainnya. Lalu aku  menyempatkan untuk mampir ke kantin jurusan kali saja aku menemukan teman baru. Aku duduk dikursi panjang sambil minum susu dan makan gorengan. Tiba-tiba ada seseorang mendekati aku.

“ hai nama gue Harmoni Oktara. boleh duduk sini” kata seorang lelaki

“ oh boleh kok, silahkan duduk. Namanya lucu ya kaya namanya shelter busway. Eh maaf bercanda. Nama gue Melody Gloria, panggil aja Glo” ujar aku

“ iya gapapa, banyak orang bilang begitu. lucu yah Harmoni sama Melody. Dipanggil sama-sama nama belakangnya, Okta sama Glo”

“ lo jurnalistik juga? Gue agak gak suka nih sama jurusan ini karna pilihan orangtua gue” ujar ku

 “ Lo pernah denger ga sih banyak orang bilang, Tuhan kasih lo tuh apa yang lo butuhin bukan apa yang lo inginkan. Bisa jadi gitu juga, Tuhan kasih lo di jurnalistik bukan di psikologi. Karna Tuhan akan membuka jalan hidup lo dari sini dari jurnalistik bukan dari psikologi. dan orangtua lo, pasti punya alasan kenapa mereka menuntun lo buat ambil jurnalistik pasti mereka lebih kenal lo dibanding diri lo sendiri. Coba lo ikhlas dan terima ini semua pasti lo seneng”

“ya tuhan, mengapa aku dipertemukan dengan dia yang bisa membuka pikiran aku yang semula tidak menerima sekarang jadi menerima. Tuhan apakah ini hanya kebetulan atau ini apa. Kasih tau aku tuhan” ucapku dalam hati
           
          Hari itu pertama kali aku mengenal Okta, dan mulai dari hari itu juga kita bertukar nomer handphone, bertukar pin, add media sosial yang kami punya. Semenjak hari itu kami menjalin hubungan sebagai teman. Teman pertama kali bertemu, teman curhat, teman belajar, dan mungkin teman hidup. Kami berdua semakin dekat dengan proses pertemanan kami yang seperti ini. Aku juga memiliki alasan mengapa aku lebih dekat dengan Okta dibandingkan dengan yang lainnya, karna dia yang membuka mataku untuk menerima apa yang ada dihadapanku saat ini. Bahwa pilihan orangtua itu yang terbaik buat aku. kebetulan dipertengahan kuliah , kami sudah mendapatkan kartu jurnalis dan kami berdua mendapat tugas untuk meliput daerah perkampungan kecil yang belum ada listrik, sesampai disana kami langsung meliput.

“ selamat malam pemirsa, saya Melody Gloria saat ini sedang berada didalam perkampungan daerah Jawa Tengah yang masih belum mendapatkan penerangan listrik. Mereka melakukan aktivitas sehari-hari dengan menggunakan lilin dan perlengkapan seadanya”

“oke break. Istirahat dulu ya aku capek nih kita numpang dirumah warga aja dulu duduk-duduk”

“ boleh juga sekalian kita tanya-tanya warga aja ya gimana mereka beraktivitas sehari-hari tanpa listrik, kalo aku pasti ga bisa nih ta kaya gini. Ga betah”

“ boleh, sambil jalan aku punya video yang bikin kamu betah deh ”

*putar video*

Saya melaporkan dari perkampungan ini, bahwa saya berada disini dengan orang yang saya cintai sejak pertama bertemu, sampai akhirnya saya selalu bersama. bahkan untuk mengungkapkan saja saya tak mampu. Melody Gloria, mau kah kamu terus bersama aku menelusuri dunia jurnalistik ini?

“ Okta, ini kan kamu. Aku ga bisa ngomong apa-apa lagi. Aku sayang sama kamu ta, doa orangtuaku  itu emang paling top. Selain bertemu pengalaman, Tuhan juga mempertemukan aku sama kamu ta” ucapku haru
           
           Akhirnya dengan perjalanan peliputan yang singkat bisa menyatukan kami. Berawal dari sapaan, berteman, partner kerja, dan partner hidup, dan  pada akhir kuliah kami merencanakan untuk ke jenjang yang lebih serius. – selesai -

With love
-Novia Miftahul Jannah-

Tidak ada komentar: